kisah Nabi Hud AS
Saturday, January 5, 2013
0
komentar
Kisah Nabi Hud AS
pada
zaman rasul. Berakhirlah kisah kaum nabi Nuh As, Sedangkan minoriti antara
mereka dapat kembali memakmurkan bumi sebagai wujud dari sunatullah dan
janji-Nya: Sedangkan janji Allah SWT kepada Nabi Nuh adalah:
"Dan
kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang takwa." (QS. al-Qashash:
83)
Dan
janji Allah SWT juga kepada Nabi Nuh adalah:
"Difirmankan:
'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan
atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada pula
umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam hehidupan dunia),
kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami. " (QS. Hud: 48)
Berputarlah
roda kehidupan dan datanglah janji Allah SWT. Setelah datangnya taufan, tiada
yang tersisa dari manusia di muka bumi kecuali orang-orang yang beriman. Tiada
satu hati yang kafir pun berada di muka bumi dan syaitan mulai mengeluhkan
pengangguran.
Berlalulah
tahun demi tahun, lalu matilah para orang tua dan anak-anak, dan datanglah anak
dari anak-anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh dan mereka kembali menyembah
berhala. Manusia menyimpang dari penyembahan yang semata-mata untuk Allah SWT.
Akhirnya, tipuan kuno berulang kembali. Para cucu kaum Nabi Nuh berkata:
"Kita tidak ingin melupakan kakek kita yang Allah SWT selamatkan mereka
dari taufan."
Oleh
kerana itu, mereka membuat patung-patung orang-orang yang selamat itu yang
dapat mengingatkan mereka dengannya. Dan pengagungan ini semakin berkembang
generasi demi generasi, namun akhimya penghormatan itu berubah menjadi
penghambaan. Patung- patung itu berubah - dengan bisikan syaitan - menjadi
tuhan selain Allah SWT. Dan bumi kembali mengeluhkan kegelapan. Lalu Allah SWT
rnengutus junjungan kita Nabi Hud di tengah-tengah kaumnya.
Nabi
Hud AS adalah keturunan Sam bin Nuh AS (cucu nabi Nuh) ia di utus kepada
kaumnya yang bernama kaum “Ad”, suatu kaum yang bertempat tinggal di sebelah
utara Hadramaut negeri Yaman. Kaum Ad adalah kaum yang sangat mahir membikin
benteng yang kokoh dan kuat, tetapi sayang, mereka menyembah berhala.
Al-Qur'an
menyingkap ceritanya setelah diutusnya Nabi Hud untuk membawa agama kepada
manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang bernama 'Ad. Kabilah ini tinggal di
suatu tempat yang bernama al-Ahqaf. la adalah padang pasir yang dipenuhi dengan
gunung-gunung pasir dan tampak dari puncaknya lautan. Adapun tempat tinggal
mereka berupa tenda-tenda besar dan mempunyai tiang-tiang yang kuat dan tinggi.
Kaum 'Ad terkenal dengan kekuatan fisik di saat itu, dan mereka juga memiliki
tubuh yang amat tinggi dan tegak sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang
dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka
berkata: 'Siapakah yang lebih kuat daripada kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada
seorang pun di masa itu yang dapat menandingi kekuatan mereka. Meskipun mereka
memiliki kebesaran tubuh, namun mereka memiliki akal yang gelap. Mereka
menyembah berhala dan membelanya bahkan mereka siap berperang atas namanya.
Mereka malah menuduh nabi mereka dan mengejeknya. Selama mereka menganggap
bahawa kekuatan adalah hal yang patut dibanggakan, maka seharusnya mereka
melihat bahawa Allah SWT yang menciptakan mereka lebih kuat dari mereka.
Sayangnya, mereka tidak melihat selain kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada
mereka:
"Wahai
kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya. "
(QS. Hud: 50)
Itu
adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul.
Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan tidak
pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau ingin
menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang engkau
inginkan?" Nabi Hud memberitahu mereka bahawa ia hanya mengharapkan
imbuhan dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun dari mereka selain
agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya kebenaran. Ia mengingatkan
mereka tentang nikmat Allah SWT terhadap mereka. Bagaimana Dia menjadikan
mereka sebagai khalifah setelah Nabi Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan
fisik, bagaimana Dia menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan,
bagaimana Dia mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.
Kaum
Hud membuat kerosakan dan mengira bahawa mereka orang-orang yang terkuat di
muka bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan semakin menentang
kebenaran. Mereka berkata kepada Nabi Hud: "Bagaimana engkau menuduh
tuhan-tuhan kami yang kami mendapati ayah-ayah kami menyembahnya?" Nabi
Hud menjawab: "Sungguh orang tua kalian telah berbuat kesalahan." Kaum
Nabi Hud berkata: "Apakah engkau akan mengatakan wahai Hud bahawa setelah
kami mad dan menjadi tanah yang beterbangan di udara, kita akan kembali
hidup?" Nabi Hud menjawab: "Kalian akan kembali pada hari kiamat dan
Allah SWT akan bertanya kepada masing-masing dari kalian tentang apa yang
kalian lakukan."
Setelah
mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah anehnya
pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di antara mereka. Manusia
akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika jasadnya rusak ia akan
menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan tanah itu akan beterbangan,
lalu bagaimana semua ini akan kembali ke asalnya. "Kemudian apa pengertian
adanya hari kiamat? Mengapa orang-orang yang mati akan bangkit dari
kematiannya?" Hud menerima pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang
mulia. Kemudian ia mulai menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia
menjelaskan kepada mereka bahawa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah
satu hal yang penting yang berhubungan dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana
ia juga sesuatu yang penting yang juga berhubungan dengan kehidupan manusia.
Nabi
Hud menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh semua nabi
berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya hikmah sang Pencipta tidak menjadi
sempurna dengan sekadar memulai penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para
makhluk di muka bumi ini, lalu setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah
masa tenggang yang pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya
menyerahkan lembar jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar
jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan siapa yang
gagal.
Manusia
selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu tindakan; ada yang berbuat
kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas. Seringkali kita
melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup
banyak orang-orang yang jahat namun mereka mendapatkan fasilitas yang mewah dan
mendapatkan penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya
akan mengadu dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?
Logika
keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak selalu menang
dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan berhasil membunuh dan
memperdaya para pejuang kebenaran. Lalu, apakah kejahatan ini berlalu begitu
saja tanpa mendapatkan balasan? Sungguh suatu kelaliman besar terhampar
seandainya kita menganggap bahawa hari kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT
telah mengharamkan kelaliman atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya
terjadi di antara hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan,
hari pembalasan adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT.
Sebab hari kiamat adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap kembali di
depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT akan memutuskan
hukum-Nya di dalam-nya. Inilah kepentingan pertama tentang hari kiamat yang
berhubungan langsung dengan keadilan Allah SWT.
Ada
kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang berhubungan dengan perilaku
manusia sendiri. bahawa keyakinan dengan adanya hari akhir, mempercayai hari
kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk
surga atau neraka adalah perkara- perkara yang langsung berkenaan dengan
perilaku manusia, di mana konsentrasi manusia dan had mereka akan tertuju
dengan alam lain setelah alam ini. Oleh kerana itu, mereka tidak akan
terbelenggu oleh kenikmatan dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk
menguasinya. Mereka tidak perlu gelisah saat mereka tidak berhasil melihat
balasan usaha mereka dalam umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan
demikian, manusia semakin meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya
ke roh yang ditiupkan oleh Tuhannya.
Barangkali
persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi dunia, nilai-nilainya, dan
pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan dengan nilai-nilai Allah SWT
yang tinggi dapat terwujud dengan adanya keimanan terhadap hari kiamat. Nabi
Hud telah membicarakan semua ini dan mereka telah mendengarkannya namun mereka
mendustakannya. Allah SWT menceritakan sikap kaum itu terhadap hari kiamat:
"Dan
berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan
pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam
kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia,
makan dari apa yang kamu, makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan
sesungguhnya jika kamu sekalian menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila
demikian itu, kamu benar-benar menjadi orang- orang yang merugi. Apakah ia
menjanjikan kepada kamu sekalian, bahawa bila kamu telah mati dan telah menjadi
tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?,
jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan
tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan
sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. " (QS. al- Mu`minun: 33-37)
Demikianlah
kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: "Tidak
mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan ketika mendengar bahawa Allah
SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka bingung
ketika dibe-ritahu bahawa Allah SWT akan mengembalikan penciptaan manusia
setelah ia berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah menciptakannya sebelumnya
juga dari tanah. Seharusnya para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahawa
mengembalikan penciptaan manusia dari tanah dan tulang lebih mudah dari
penciptaannya pertama kali. Bukankah Allah SWT telah menciptakan semua makhluk,
maka kesulitan apa yang ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulitan itu
disesuaikan dengan tolok ukur manusia yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok
ukur manusia tersebut tidak dapat diterapkan kepada Allah SWT. kerana Dia tidak
mengenal kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia
hanya sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah
Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu,
maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah."Lalu
jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita
juga memperhatikan firman-Nya:
"Dan
berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya." (QS. al-Mu^minun:
33)
Al-Mala'
ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan al-Mala' kerana mereka suka
berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam kesinambungan situasi yang
tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka dalam setiap kisah para nabi. Kita
akan melihat para pembesar kaum, orang-orang kaya di antara mereka, dan
orang-orang elit di antara mereka yang menentang para nabi. Allah SWT
menggambarkan mereka dalam firman-Nya:
"Dan
yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. " (QS. al-Mukminun:
33)
kerana
pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah keinginan untuk meneruskan
kepentingan-kepentingan khusus, dan dari pengaruh kekayaan dan kekuasaan,
muncullah sikap sombong. Para pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil
bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti kita, ia memakan
dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang kita minum? Bahkan
barangkali kerana kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan
dan ia minum, menggunakan gelas-gelas yang kotor sementara kita minum dari
gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak., maka bagaimana ia mengaku berada
dalam kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka
bagaimana kita menaati manusia biasa seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT
memilih manusia di antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para
pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang aneh ketika Allah SWT
memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima wahyu dari-Nya?" Nabi
Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam hal itu? Sesungguhnya Allah SWT
mencintai kalian dan oleh kerananya Dia mengutus aku kepada kalian untuk
mengingatkan kalian. Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari
ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang telah terjadi. Orang-orang
yang menentang Allah SWT telah dihancurkan dan begitu juga orang-orang yang
akan mengingkari-Nya pun akan dihancurkan, sekuat apa pun mereka." Para
pembesar kaum berkata: "Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai
Hud?" Nabi Hud menjawab: "Allah SWT."
Orang-orang
kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan
kami." Nabi Hud memberitahu mereka, bahawa tuhan- tuhan yang mereka sembah
ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada hakikatnya
justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menjelaskan kepada mereka bahawa hanya
Allah SWT yang dapat menyelamatkan manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi
tidak dapat mendatangkan mudarat dan manfaat.
Pertarungan
antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan berlanjut
dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan, pembangkangan, dan
pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang
idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata kepadanya: "Sekarang kami
memahami rahasia kegilaanmu. Sesungguhnya engkau menghina tuhan kami dan tuhan
kami telah marah kepadamu, dan kerana kemarahannya engkau menjadi gila."
Allah SWT menceritakan apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:
"Kaum
'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang
nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami
kerana perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami
tidak mengatakan melainkan bahawa sebagian sembahan kami telah menimpakan
penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud: 53-54)
Sampai
pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri mereka, sampai pada
batas bahawa mereka menganggap, bahawa Nabi Hud telah mengigau kerana salah
satu tuhan mereka telah murka kepadanya sehingga ia terkena sesuatu penyakit
gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan mereka bahawa ia gila dan mengigau,
naniun ia tidak bersikap emosi tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka
mengatakan: "Dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-
sembahan kami kerana perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai
kamu. "
Setelah
tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali memberikan tantangan yang sama.
Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud hanya memberikan peringatan
dan ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya
aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahawa Sesungguhnya
aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu,
jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh
kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak
ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya.
Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus
(untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum
yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya sedikit
pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. " (QS.
Hud: 54-57)
Manusia
akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang lelaki
menghadapi kaum yang kasar dan keras kepala serta bodoh. Mereka menganggap
bahawa berhala-berhala dari batu dapat memberikan gangguan. Manusia sendiri
rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan mereka, serta berlepas
diri dari mereka dan dari tuhan mereka. Bahkan ia siap menentang mereka dan
menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan
bertawakal kepada Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah
yang menguasai setiap makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia,
maupun makhluk lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT.
Dengan
keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada janji- Nya serta merasa
tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr dari kaumnya.
Nabi Hud melakukan yang demikian itu meskipun ia sendirian dan merasakan
kelemahan kerana ia mendapatkan keamanan yang hakiki dari Allah SWT. Dalam
pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada kaumnya bahawa ia melaksanakan
amanat dan menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah
SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka. Yang demikian ini berarti
bahawa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada
mereka, bahawa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la
bertawakal kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia
mengetahui bahawa siksa akan turun di antara para pengikutnya yang menentang.
Beginilah hukum kehidupan di mana Allah SWT menyiksa orang-orang kafir meskipun
mereka sangat kuat atau sangat kaya. Nabi Hud dan kaumnya menunggu janji Allah
SWT. Kemudian terjadilah masa kering di muka bumi di mana langit tidak lagi
menurunkan hujan. Matahari menyengat sangat kuat hingga laksana
percikan-percikan api yang menimpa kepala manusia.
Kaum
Nabi Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa terjadi kekeringan
ini wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya Allah SWT murka
kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah SWT akan rela terhadap kalian
dan menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian." Namun kaum Nabi Hud
justru mengejeknya dan malah semakin menentangnya., maka masa kekeringan
semakin meningkat dan menguningkan pohon-pohon yang hijau dan matilah
tanaman-tanaman.
Lalu
datanglah suatu hari di mana terdapat awan besar yang menyelimuti langit. Kaum
Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari rumah mereka sambil berkata:
"Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba udara berubah yang
tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat dingin. Angin mulai bertiup
dengan kencang. Semua benda menjadi bergoyang. Angin terus-menerus bertiup
malam demi malam, dan hari demi hari. Setiap saat rasa dingin bertambah.
Kaum
Nabi Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan bersembunyi di
dalamnya. Angin semakin bertiup dengan kencang dan menghancurkan tenda. Angin
menghancurkan pakaian dan menghancurkan kulit. Setiap kali angin bertiup, ia
menghancurkan dan membunuh apa saja yang di depannya. Angin bertiup selama
tujuh malam dan delapan hari dengan mengancam kehidupan dunia. Kemudian angin
berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah
SWT berfirman:
"Maka
tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah
mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada
kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera
(yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala
sesuatu dengan perintah Tuhannya." (QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang Allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari
terus-menerus;, maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan
mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). " (QS.
al-Haqqah: 7)
Tiada
yang tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma yang lapuk. Nabi Hud
dan orang-orang yang beriman kepadanya selamat sedangkan orang-orang yang
menentangnya binasa.
Pembalasan
Allah Atas Kaum Aad
Pembalasan
Tuhan terhadap kaum Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam
dua perinkat.Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang-ladang dan
kebun-kebun mrk, sehingga menimbulkan kecemasan dan kegelisahan, kalau-kalau
mereka tidak memperolehi hasil dari ladang-ladang dan kebun-kebunnya seperti
biasanya.Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka
bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah yang dijanjikan
dan bahwa Allah masih lagi memberi kesempatan kepada mereka untuk sedar akan
kesesatan dan kekafiran mrk dan kembali beriman kepada Allah dengan
meninggalkan persembahan mrk yang bathil kemudian bertaubat dan memohon ampun
kepada Allah agar segera hujan turun kembali dengan lebatnya dan terhindar mrk
dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mahu
percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong belaka. Mereka
bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan ari musibah
yang mereka hadapi.
Tentangan
mrk terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat
jawapan dengan dtgnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya
gumpalan awan dan mega hitam yang tebal di atas mereka yang disambutnya dengan
sorak-sorai gembira, karena dikiranya bahwa hujan akan segera turun membasahi
ladang-ladang dan menyirami kebun-kebun mereka yang sedang mengalami
kekeringan.
Melihat
sikap kaum Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada
mengejek: "Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awam rahmat bagi kamu
tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang
telah ku janjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran
kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.
Sejurus
kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahawa
bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin taufan yang
dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan
bangunan-bangunan rumah dari dasarnya membawa berterbangan semua
perabot-perabot dan milik harta benda dan melempar jauh binatang-binatang
ternak. Keadaan kaum Aad menjadi panik mereka berlari kesana sini hilir mudik
mencari perlindungan .Suami tidak tahu di mana isterinya berada dan ibu juga
kehilangan anaknya sedang rumah-rumah menjadi sama rata dengan tanah. Bencana
angin taufan itu berlangsung selama lapan hari tujuh malam sehingga sempat
menyampuh bersih kaum Aad yang congkak itu dan menamatkan riwayatnya dalam
keadaan yang menyedihkan itu untuk menjadi pengajaran dan ibrah bagi umat-umat
yang akan datang.
Adapun
Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah
dari bencana yang menimpa kaumnya yang kacau bilau dan tenang seraya melihat
keadaan kaumnya yang kacau bilau mendengar gemuruhnya angin dan bunyi
pohon-pohon dan bangunan-bangunan yang berjatuhan serta teriakan dan tangisan
orang yang meminta tolong dan mohon perlindungan.
Setelah
keadaan cuaca kembali tenang dan tanah " Al-Ahqaf " sudah menjadi
sunyi senyap dari kaum Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah
ke Hadramaut, di mana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan
dimakamkan di sana dimana hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah
bukit di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun dikunjungi para
penziarah yang datang beramai-ramai dari sekitar daerah itu, terutamanya dan
bulan Syaaban pada setiap tahun.
Kisah
Nabi Hud Dalam Al-Quran
Kisah
Nabi Hud diceritakan oleh 68 ayat dalam 10 surah di antaranya surah Hud, ayat
50 hingga 60 , surah " Al-Mukminun " ayat 31 sehingga ayat 41 , surah
" Al-Ahqaaf " ayat 21 sehingga ayat 26 dan surah " Al-Haaqqah
" ayat 6 ,7 dan 8.
Pengajaran
Dari Kisah Nabi Hud A.S.
Nabi
Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik yang patut ditiru dan diikuti
oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama.Beliau menghadapi kaumnya yang
sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kelapangan
dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka dengan
serupa tetapi menolaknya dengan kata-kata yang halus yang menunjukkan bahawa
beliau dapat menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau
kesabaran.
Nabi
Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek dengan menuduhnya telah
menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut menolak tuduhan dan ejekan itu
dengan hanya mengata:"Aku tidak gila dan bahawa tuhan-tuhanmu yang kamu
sembah tidak dapat menggangguku atau mengganggu fikiranku sedikit pun tetapi aku
ini adalah rasul pesuruh Allah kepadamu dan betul-betul aku adalah seorang
penasihat yang jujur bagimu menghendaki kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu
dan agar kamu terhindar dan selamat dari azab dan seksaan Allah di dunia
mahupun di akhirat."
Dalam
berdialog dengan kaumnya.Nabi Hud selalu berusaha mengetuk hati nurani mereka
dan mengajak mereka berfikir secara rasional, menggunakan akal dan fikiran yang
sihat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima oleh akal mereka
tentang kebenaran dakwahnya dan kesesatan jalan mereka namun hidayah iu adalah
dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia kehendakinya.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: kisah Nabi Hud AS
Ditulis oleh Doa Khusus Spiritual
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://doaspiritual.blogspot.com/2013/01/kisah-nabi-hud-as.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Doa Khusus Spiritual
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Post a Comment