kisah Nabi Ismail AS
Wednesday, January 9, 2013
0
komentar
kisah
Nabi Ismail AS, baiklah sahabat semua kali ini kita akan membahas kisah Nabi
Ismail AS pada zaman rasul.
Ismail
berusia belia ketika memulai perjalanannya menuju Allah SWT. Ibunya membawanya
dan menidurkannya di atas tanah, yaitu tempat yang sekarang kita kenal dengan
nama sumur zamzam dalam Ka'bah. Saat itu tempat yang dihuninya sangat tandus
dan belum terdapat sumur yang memancar dari bawah kakinya. Tidak ada di sana
setetes air pun. Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, Hajar, bersama anaknya
yang kecil. "Wahai Ibrahim kemana engkau hendak pergi dan membiarkan kami
di lembah yang kering ini?" Kata Hajar. "Wahai Ibrahim di mana engkau
akan pergi dan membiarkan kami? Wahai Ibrahim ke mana engkau akan pergi?"
Si ibu mengulang-ulang apa yang dikatakannya. Sedangkan Nabi Ibrahim diam dan
tidak menjawab. Kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana perasaan Nabi
Ibrahim saat meninggalkan mereka berdua di suatu lembah yang tidak ada di
alamnya tumbuh-tumbuhan dan minuman. Namun Allah SWT telah memerintahkannya
untuk tinggal di lembah itu. Dengan lapang dada Nabi Ibrahim melaksanakan
perintah Allah SWT.
Dalam
kisah-kisah israiliyat (kisah-kisah palsu yang dibuat oleh Bani Israil)
disebutkan bahwa istri pertamanya, Sarah, tampak cemburu pada Hajar, istri
keduanya, sehingga karenanya Nabi Ibrahim harus menjauhkannya beserta anaknya.
Kami percaya bahwa kisah ini palsu dan penuh dengan kebohongan. Jika kita
mengamati kepribadian Nabi Ibrahim, maka kita mengetahui bahwa beliau tidak
akan mendapat perintah dari seorang pun selain Allah SWT.
Kami
tidak meyakini bahwa beliau terperangkap dalam perasaan kecemburuan feminisme
dan kami juga tidak percaya bahwa beliau sengaja membangkitkan perasaan ini.
Kami tidak mengira bahwa pribadi Sarah yang mulia akan terpedaya dengan sikap
egoisme. Bukankah ia sendiri yang menikahkan Nabi Ibrahim dengan Hajar,
pembantunya agar ia mendapatkan keturunan? Ia menyadari bahwa dirinya wanita
tua dan mandul. Ia sendiri yang menikahkannya dan membantu pelaksanaannya. Ia
telah memberikan dan mengabdikan dirinya kepada seorang lelaki yang hatinya
tiada dipenuhi dengan cinta kepada siapa pun kecuali cinta kepada Penciptanya.
Allah
SWT berfirman tentang Sarah dan Hajar:
"Rahmat
Allah dan keberkatan-Nya dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya
Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. (QS. Hud: 73)
Jadi,
masalahnya adalah bukan masalah kecemburuan antara sesama wanita, namun ia
adalah tugas yang diperintahkan oleh Allah SWT yang di dalamnya tersembunyi
hikmah-Nya. Barangkali Sarah lebih heran daripada Hajar ketika Nabi Ibrahim
memerintahkannya untuk membawa anaknya Ismail dan mengikutinya. "Ke mana
engkau hai Ibrahim pergi?" Mungkin pertama-tama Hajar yang bertanya
kepadanya dan mungkin juga Sarah yang bertanya. Nabi Ibrahim hanya terdiam dan
akhirnya kedua wanita itu pun juga terdiam.
Di
sana terdapat hikmah yang tersembunyi di mana Nabi Ibrahim tidak mengetahuinya
dan Allah SWT tidak menjelaskan kepadanya. la tidak mengetahui hai itu
sebagaimana mereka berdua juga tidak mengetahuinya. Jadi kedua-duanya hanya
terdiam sebagai bentuk akhlak dari istri-istri nabi. Inilah Hajar yang
sendirian bersama anaknya di lembah yang terasing dan tandus, di mana ia tidak
mengetahui rahasia di balik tempat itu. Inilah Ismail yang memulai
perjalanannya menuju Allah SWT saat masih menyusui. Ia mengalami ujian saat
masih kecil dan juga ujian bagi ayahnya, di mana ia mendapatkan seorang anak
saat sudah tua. Nabi Ibrahim menyadari bahwa manusia tidak memiliki sesuatu pun
dalam dirinya. Dan seseorang yang cinta kepada Allah SWT akan memberikan
dirinya kepada Allah SWT dan akan memberikan apa yang disukai oleh dirinya
kepada Allah SWT tanpa harus diminta. Itu adalah hukum cinta yang dalam. Kami
tidak percaya bahwa Nabi Ibrahim mengetahui mengapa ia harus meninggalkan
Ismail dan ibunya di tempat itu. Kami tidak mengira bahwa Allah SWT telah
memberitahunya. Allah SWT hanya menurunkan perintah dan Ibrahim hanya
menaatinya. Di sinilah tampak kerasnya ujian dan kesulitannya. Di sinilah cinta
yang paling dalam diungkapkan, dan di sinilah cinta yang murni dituangkan.
Allah
SWT menguji kekasih-Nya Ibrahim dengan suatu ujian yang sangat keras, di mana
umumnya para orang tua berat sekali melakukannya. Bukan berarti bahwa cinta
Allah SWT kepada Ibrahim dan cinta Ibrahim kepada-Nya menjadikan Ibrahim tidak
memiliki perasaan kemanusiaan. Kekuatan cintanya pada Allah SWT justru
menjadikan sebagai lautan dari perasaan kemanusiaan, bahkan lautan yang tidak
bertepi. Perasaan beliau terhadap Ismail lebih besar, lebih lembut, dan lebih
sayang dari perasaan ayah mana pun terhadap anaknya. Meskipun demikian, beliau
rela meninggalkannya di tempat yang tandus karena Allah SWT memerintahkan hal
tersebut. Terjadilah pergulatan dalam dirinya namun ia mampu melewati ujiannya
dan beliau memilih cinta Allah SWT daripada cinta anaknya.
Ketika
Nabi Ibrahim menampakkan kecintaan yang luar biasa dari yang seharusnya kepada
anaknya, maka Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelihnya. Allah SWT agar
hanya Dia yang menjadi pusat cinta para nabi-Nya. Barangsiapa yang mencintai
Allah SWT, maka ia pun harus mencintai kebenaran dan orang yang mencintai
kebenaran adalah orang memenuhi hatinya dengan cinta kepada Penciptanya semata.
Ismail mewarisi kesabaran ayahnya. Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT
sebelumnya:
"Ya
Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang
saleh" (QS. ash-Shaffat: 100)
Allah
SWT menjawab:
"Maka
Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak
yang amat sabar." (QS. ash-Shaffat: 101)
Kesabaran
yang sama yang terdapat pada ayahnya, kebaikan yang sama, ketakwaan yang sama,
dan adab kenabian yang sama pula. Ismail mendapatkan ujian yang pertama saat
beliau kecil dan ujian itu berakhir saat Allah SWT memancarkan zamzam dari
kedua kakinya sehingga darinya ibunya minum dan menyusuinya. Kemudian Ismail
mendapatkan ujian yang kedua dalam hidupnya saat ia menginjak masa muda:
"Maka
tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim,
Ibrahim berkata: Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku
menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku,
kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu: Insya Allah kamu akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar.'" (QS. ash-Shaffat: 102)
Apa
yang Anda kira terhadap jawaban si anak? Ia tidak bertanya tentang sifat dari
mimpi itu, dan ia tidak berdebat dengan ayahnya tentang kebenaran mimpi itu,
tetapi yang dikatakannya: "Wahai ayahku laksanakanlah apa yang
diperintahkan. "Janganlah engkau gelisah karena aku dan janganlah engkau
menampakkan kesedihan dan keluh-kesah. "Engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar." Demikianlah jawaban seorang anak yang saleh
terhadap ayahnya yang saleh. Itulah puncak dari kesabaran dari seorang anak
dan tentu orang tuanya lebih harus bersabar. Itu bagaikan perlombaan di antara
keduanya untuk menguji siapa di antara mereka yang paling sabar. Perlombaan
yang tujuannya adalah meraih cinta Allah SWT.
Allah
SWT berfirman:
"Dan
ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam
Al-Qur'an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah
seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk bersembahyang dan
menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya."
(QS. Maryam: 54-55)
Baitullah
Ismail
hidup di semenanjung Arab sesuai dengan kehendak Allah SWT. Ismail memelihara
kuda dan terhibur dengannya serta memanfaatkannya untuk keperluannya. Sedangkan
air zamzam sangat membantu orang-orang yang tinggal di daerah itu. Kemudian
sebagian kafilah menetap di situ dan sebagian kabilah tinggal di tempat itu.
Nabi Ismail tumbuh menjadi dewasa dan menikah. Lalu ayahnya, Nabi Ibrahim,
mengunjunginya dan tidak menemukannya dalam rumah namun ia hanya mendapati
istrinya. Nabi Ibrahim bertanya kepadanya tentang kehidupan mereka dan keadaan
mereka. Istrinya mengadukan padanya tentang kesempitan hidup dan kesulitannya.
Nabi Ibrahim berkata padanya: "Jika datang suamimu, maka perintahkan
padanya untuk mengubah gerbang pintunya."
Ketika
Nabi Ismail datang, dan istrinya menceritakan padanya perihal kedatangan
seorang lelaki, Ismail berkata: "Itu adalah ayahku dan ia memerintahkan
aku untuk meninggalkanmu, maka kembalilah engkau pada keluargamu."
Kemudian Nabi Ismail menikahi wanita yang kedua. Nabi Ibrahim mengunjungi istri
keduanya dan bertanya kepadanya tentang keadaannya. Lalu ia menceritakan
padanya bahwa mereka dalam keadaan baik-baik dan dikaruniai nikmat. Nabi
Ibrahim puas terhadap istri ini dan memang ia cocok dengan anaknya. Barangkali
Nabi Ibrahim menggunakan kemampuan spiritualnya dan cahaya yang mampu
menyingkap kegaiban yang dimilikinya. Nabi Ibrahim menyiapkan Ismail untuk
mengemban tugas yang besar. Yaitu tugas yang membutuhkan kerja keras
kemanusiaan seluruhnya dan waktunya seluruhnya serta kenyamanannya seluruhnya.
Ismail
menjadi besar dan mencapai kekuatannya. Nabi Ibrahim mendatanginya. Tibalah
saat yang tepat untuk menjelaskan hikmah Allah SWT yang telah terjadi dari
perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: "Wahai
Ismail, sesungguhnya Allah SWT memerintahkan padaku suatu perintah" ketika
datang perintah pada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya, beliau menjelaskan
kepadanya persoalan itu dengan gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan
perintah lain yang sama agar ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya.
Kita di hadapan perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah
yang tidak berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.
Ismail
berkata: "Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu." Nabi
Ibrahim berkata: "Apakah engkau akan membantuku?" Ismail menjawab:
"Ya, aku akan membantumu." Nabi Ibrahim berkata: "Sesungguhnya
Allah SWT memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini." Nabi Ibrahim
mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di sana.
Selesailah
pekerjaan itu. Perintah itu telah dilaksanakan dengan berdirinya Baitullah yang
suci. Itu adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk menusia di bumi. Ia
adalah rumah pertama yang di dalamnya manusia menyembah Tuhannya. Dan karena
Nabi Adam adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka keutamaan
pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata: "Sesungguhnya Nabi
Adam membangunnya dan ia melakukan thawaf di sekelilingnya seperti para
malaikat yang tawaf di sekitar arsy Allah SWT.
Nabi
Adam membangun suatu kemah yang di dalamnya ia menyembah Allah SWT. Adalah hal
yang biasa bagi Nabi Adam— sebagai seorang Nabi—untuk membangun sebuah rumah
untuk menyembah Allah SWT. Tempat itu dipenuhi dengan rahmat. Kemudian Nabi
Adam meninggal dan berlalulah abad demi abad sehingga rumah itu hilang dan
tersembunyi tempatnya. Maka Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah SWT
untuk membangun kedua kalinya agar rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat
dengan izin Allah SWT. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka'bah. Ka'bah adalah
sekumpulan batu yang tidak membahayakan dan tidak memberikan manfaat. Ia tidak
lebih dari sekadar batu. Meskipun demikian, ia merupakan simbol tauhid Islam
dan tempat penyucian kepada Allah SWT. Nabi Adam memiliki tauhid yang tinggi dan
Islam yang mutlak. Nabi Ibrahim pun termasuk seorang Muslim yang tulus dan ia
bukan termasuk seorang musyrik.
Batu-batu
rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi
Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta ketulusannya. Oleh
karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu
gelombang kedamaian yang sangat dalam. Terkadang pada kali yang pertama engkau
melihat dirimu dan tidak melihat rumah dan pemeliharanya. Dan barangkali engkau
melihat rumah pada kali yang kedua namun engkau tidak melihat dirimu dan
Tuhanmu. Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah
itu yang engkau lihat hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki.
Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka'bah.
Allah
SWT berfirman:
"Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah bersama
Ismail (seraya berdoa): 'Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami),
sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami,
jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan
terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan
kepada mereka al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan
mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. "
(QS. al-Baqarah: 127-129)
Ka'bah
terdiri dari batu-batuan yang ada di bumi di mana ia dijadikan pondasi oleh
Nabi Ibrahim dan Ismail. Sejarah menceritakan bahwa ia pernah dihancurkan lebih
dari sekali sehingga ia pun beberapa kali dibangun kembali. Ia tetap berdiri
sejak masa Nabi Ibrahim sampai hari ini. Dan ketika Rasulullah saw diutus
—sebagai bukti pengkabulan doa Nabi Ibrahim—beliau mendapad Ka'bah dibangun
terakhir kalinya, dan tenaga yang dicurahkan oleh orang-orang yang membangunnya
sangat terbatas di mana mereka tidak menggali dasarnya sebagaimana Nabi Ibrahim
menggalinya. Dari sini kita memahami bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencurahkan
tenaga keras yang tidak dapat ditandingi oleh ribuan laki-laki. Rasullah saw
telah menegaskan bahwa kalau bukan karena kedekatan kaum dengan masa jahiliyah
dan kekhawatiran orang-orang akan menuduhnya dengan berbagai tuduhan jika
beliau menghancurkannya dan membangunkannya kembali, niscaya beliau ingin
merobohkannya dan mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.
Sungguh
kedua nabi yang mulia itu telah mencurahkan tenaga keras dalam membangunnya.
Mereka berdua menggali pondasi karena dalamnya tanah yang di bumi. Mereka
memecahkan batu-batuan dari gunung yang cukup jauh dan dekat, lalu setelah itu
memindahkannya dan meratakannya serta membangunnya. Tentu hal itu memerlukan
tenaga keras dari beberapa pria tetapi mereka berdua membangunnya bersama-sama.
Kita tidak mengetahui berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka'bah
sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu
Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka'bah sama-sama
sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan
kedamaian. Ka'bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi
selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan keselamatan
dari kedahsyatan angin topan yang selalu mengancam setiap saat.
Allah
SWT tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka'bah. Allah SWT
hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih bermanfaat. Dia
menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka
saat membangunnya:
"Tuhan
kami, terimalah dari hand (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui. " (QS. al-Baqarah: 127)
Itulah
puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang taat,
ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang mencintai:
"Ya
Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan
(jadikanlah) di antara cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau."
(QS. al-Baqarah: 128)
Sesungguhnya
kaum Muslim yang paling agung di muka bumi saat itu, mereka berdoa kepada Allah
SWT agar menjadikan mereka termasuk orang-orang yang berserah diri pada-Nya.
Mereka mengetahui bahwa hati manusia terletak sangat dekat dengan ar-Rahman
(Allah SWT). Mereka tidak akan mampu menghindari tipu daya Allah SWT. Olah
karena itu, mereka menampakkan kemurnian ibadah hanya kepada Allah SWT, dan
mereka membangun rumah Allah SWT serta meminta pada-Nya agar menerima pekerjaan
mereka.
Selanjutnya,
mereka meminta Islam (penyerahan diri) pada-Nya dan rahmat yang turun pada
mereka di mana mereka memohon kepada Allah SWT agar memberi mereka keturunan
dari umat Islam. Mereka ingin agar jumlah orang-orang yang beribadah dan
orang-orang yang sujud dan rukuk semakin banyak. Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim
dan Nabi Ismail menyingkap isi had seorang mukmin. Mereka membangun rumah Allah
SWT dan pada saat yang sama mereka disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan).
Itu mengisyaratkan bahwa rumah itu sebagai simbol dari akidah.
"Dan
tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan
terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 128)
Perlihatkanlah
kepada kami cara ibadah yang Engkau sukai. Perlihatkanlah kepada kami bagaimana
kami menyembah-Mu di bumi. Dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau Maha
Penerima taubat dan Maha Penyayang. Setelah itu, kepedulian mereka melampaui
masa yang mereka hidup di dalamnya. Mereka berdoa kepada Allah SWT:
"Ya
Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan
membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka
al-Kitab (al-Qur'an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. " (QS.
al-Baqarah: 129)
Akhirnya,
doa tersebut terkabul ketika Allah SWT mengutus Muhammad bin Abdillah saw. Doa
tersebut terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah pembangunan Ka'bah
dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang akan menjadi tanda khusus
di mana tawaf di sekitar Ka'bah akan dimulai darinya. Ismail telah mencurahkan
tenaga di atas kemampuan manusia biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias
sebagai wujud ketaatan terhadap perintah ayahnya. Ketika beliau kembali, Nabi
Ibrahim telah meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. "Siapakah yang
mendatangkannya (batu) padamu wahai ayahku?" Nabi Ibrahim berkata:
"Jibril as yang mendatangkannya." Selesailah pembangunan Ka'bah dan
orang- orang yang mengesakan Allah SWT serta orang-orang Muslim mulai bertawaf
di sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya sama
dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah SWT menjadikan had
manusia cenderung pada tempat itu:
"Maka
jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. "(QS. Ibrahim:
37)
Karena
pengaruh doa tersebut, kaum Muslim merasakan kecintaan yang dalam untuk
mengunjungi Baitul Haram. Setiap orang yang mengunjungi Masjidil Haram dan
kembali ke negerinya ia akan merasakan kerinduan pada tempat itu. Semakin jauh
ia, semakin meningkat kerinduannya padanya. Kemudian, datanglah musim haji pada
setiap tahun, maka hati yang penuh dengan cinta pada Baitullah akan segera
melihatnya dan rasa hausnya terhadap sumur zamzam akan segera terpuaskan. Dan
yang lebih penting dari semua itu adalah cinta yang dalam terhadap Tuhan,
Baitullah dan sumur zamzam yaitu, Tuhan alam semesta. Allah SWT berfirman
berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:
"Ibrahim
bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah
dia termasuk golongan orang-orang musyrik. " (QS. Ali 'Imran: 67)
Allah
SWT mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali menamakan kita
sebagai orang-orang Muslim. Allah SWT berfirman:
"Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian
orang-orang Muslim dan dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: kisah Nabi Ismail AS
Ditulis oleh Doa Khusus Spiritual
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://doaspiritual.blogspot.com/2013/01/kisah-nabi-ismail-as.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Doa Khusus Spiritual
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Post a Comment